Selasa, 25 Desember 2012

Saya….. toRAYA


 “Perkenalkan, saya Sarti, lengkapnya Sarti Tinggi Tandipayuk, orang TORAJA.” Seandainya saya punya keberanian lebih, mungkin kalimat inilah yang akan keluar dari mulut saya untuk memotong pembicaraan seorang ibu yang rumahnya dekat kost-an saya beserta tamu-tamunya, dan salah satu dari tamunya itu “katanya” tahu betul sifat orang-orang Toraja, orang-orang yang sesuku dengan saya. Oh iya, sebelumnya saya mengaku kalau saya bersama teman kost saya yang juga kurang kerjaan telah menguping pembicaraan mereka. Pembicaraan itu berlangsung di depan rumah si ibu tetangga dan melibatkan 4 tokoh : 
  1.  Ibu tetangga 
  2. Tamu I, laki-laki (mungkin keluarga si Ibu, dia galau karena wanita, sepanjang pembicaraan beliau duduk sementara tokoh lain mengitarinya. 
  3. Tamu II, (juga)laki-laki, dan sepertinya dia yang paling bijaksana, soalnya sepanjang pembicaraan yang keluar dari mulutnya berupa wejangan-wejangan. 
  4. Seorang wanita, boleh dikata, tokoh keempat ini hanya figuran karena sepanjang pembicaraan, dialognya tidak cukup berarti.
Saya tidak tahu bagaimana pembicaraan mereka bermula, tapi saya yakin saya tidak terlalu benyak melewatkan pembicaraan (sebut saja) penting itu.
Awalnya, saya dan teman saya hanya tertawa kecil mendengar pembicaraan itu. Kesimpulan pertama (kami), Tamu I adalah keluarga Ibu tetangga, dia sedang galau karena wanita, dan sepertinya Tamu II pernah punya hubungan dengan wanita itu. Yah…,cinta segitiga gitulah. Tapi mendengar pembicaraan mereka lebih lanjut, kesimpulan pertama gugur. Apalagi setelah mendengar Tamu I bicara seperti ini “kau tidak tau bagaimana rasanya diputus sama cewek…..” dan penjelasan beliau selanjutnya yang menggiring kami membuat kesimpulan kedua “Tamu I galau karena hubungannya tidak direstui, dan dia ikut pembicaraan ini untuk mendengarkan tips mengakhiri hubungan”. Kesimpulan kedua ini bertahan, sampai akhirnya kami mendengar Tamu II berbicara seperti ini “..begitu memang @##$%%% (kurang jelas, karena saat kalimat ini terlontar ada motor yang melintas), seratus juta uangmu, seratus juta habis”. Untuk beberapa detik saya sempat berkesimpulan “ceweknya matre”, sampai kalimat selanjutnya terlontar “Begitu orang Toraja. Kutau semua sifat-sifatnya orang Toraja !” SUMPAH….saya kaget mendengar kalimat barusan. Kesimpulan dari beberapa kali kesimpulan ini adalah suku rupanya. Suku Toraja.
Mungkin efek kaget, beberapa menit saya tidak sempat lagi merekam dengan baik pembicaraan mereka selanjutnya. Sepertinya mereka membahas adat-istiadat Toraja yang mereka takutkan akan menguras uang yang banyak. Kaget campur rasa ingin protes dengan perkataan Tamu II barusan. Saya ingin menjelaskan kalau upacara adat yang mereka takutkan itu hanya dilaksanakan oleh kalangan tertentu, kalangan yang berada, toh yang merasa tidak mampu tidak akan sejauh itu. “seratus juta uangmu, seratus juta habis” jika kalimat ini benar, lalu kenapa ada juga orang Toraja yang bisa kaya?? Jika kalimat ini dia tujukan khusus buat cewek-cewek Toraja, pasti bakal banyak yang protes.
Konsentrasi nguping saya belum pulih total, eh…Tamu II lagi-lagi mengeluarkan jurus ajaibnya “sedangkan orang Toraja saja berpikir kalau mau kawin sama orang Toraja @#$%^@#). Ya Tuhan….,hasil surveykah ini ? ADUUUHH…,bapak tamu II..,semua orang kalau mau kawin pasti “berpikir” Pak ! (Ngomong dalam hati). Atau  inikah alasan kenapa saya jomblo ? hahahaha….maaf curcol..,tapi untuk itulah tulisan ini ada, lagian tulisan kan tulisan saya, jadi terserahlah saya mau tulis apa (lagi-lagi maaf kalau terkesan seenaknya, tapi saya bisa pastikan “seenaknya” bukan sifat orang-orang Toraja, Tamu II pasti tahu).
Lagi-lagi saya harus melewatkan beberapa bagian dari dialog-dialog ajaib ini karena jurus Tamu II yang sungguh ajaib. Dan keajaiban itu masih berlanjut. “orang Toraja itu kuat skali ikatan persaudaraannya, jadi susahko!” Ya ampun, saya tidak mengerti maksud jurus ini. Bukannya ikatan persaudaraan yang kuat adalah hal yang baik ? Ataukah salah satu tujuan pernikahan adalah memutuskan ikatan persaudaraan pasangan masing-masing ? Saya yakin tidak seperti itu. Tidak di suku Toraja, tidak di suku manapun.
Menyadari kalau saya tidak akan pernah punya keberanian menghentikan pembicaraan ajaib itu, saya hanya bisa tertawa keras, dan berusaha bercanda dengan patner nguping saya dengan bahasa Toraja. Mungkin pembicaraan mereka demikian serius sampai bahasa Toraja saya tetap saja tidak sampai di kuping mereka. Ataukah mereka memang tidak tahu kalau saya sedang berbahasa Toraja ? Bukannya tamu II tadi sempat bilang kalau dia tahu semua sifat-sifat orang Toraja ? Oh iya..,beliau hanya tahu sifat-sifatnya, bukan bahasanya (lagi-lagi, konsentrasi saya hilang).
Dan setelah jurus-jurus inti yang ajaib, sampailah kita di jurus penutup Tamu II yang tak kalah ajaibnya “Makanya, klo mauko bagus, kusarankan pacaranko di luar komunitasmu !” | Saya heran, tapi cuma sesaat. Komunitas berbeda dengan suku. Yang beliau sarankan “komunitas”, bukan “suku”. Pembicaraan bubar, Tamu II pergi. Naik motor. Mungkin beliau pulang. Mungkin sambil “berpikir”.



Rabu, 14 November 2012

(Cu)cian deh loe...


Pernah tidak kamu memperhatikan pakaian yang dijemur aka cucian? Saya sering. Malah, perhatian saya boleh dibilang "dalam". Dalamnya sampai ke "cucian yang digantung sampai  kering tapi harus basah lagi karena kehujanan dan kadang butuh waktu sehari lagi untuk membuatnya kering lagi."
Saya heran, cucian butuh waktu berjam-jam di bawah sinar matahari untuk bisa kering, butuh waktu tak cukup 5 menit untuk membuatnya basah lagi, dan tetap saja butuh waktu berjam-jam di bawah sinar matahari untuk mengeringkannya sekali lagi. Kenapa harus seperti itu? Kenapa cucian butuh “tidak sampai 5 menit” untuk basah, tapi harus berjam-jam untuk bisa kering lagi?. Kenapa tidak 5 menit saja? Bingung. Prihatin.
Tapi saya sedikit lega. Kebingungan dan keprihatinan saya sedikit berkurang. Ternyata cucian tidak sendiri. Iya, cucian tidak sendiri. Cucian kadang senasib dengan hati. Cucian yang kehujanan senasib dengan hati yang jatuh-kemudian (di)patah(kan).
Kadang tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa jatuh cinta, tapi butuh waktu lama untuk melupakan cinta itu. Seperti cucian, kan? Cucian hanya butuh sekian menit hujan untuk bisa basah total, tapi butuh waktu berkali-kali lipat dari itu untuk bisa kering lagi.

Rabu, 10 Oktober 2012

curhat (curi hati)


“Kalau saja mencuri hati ada sanksinya, kamu pasti  dipenjara seumur hidup  karena sudah mencuri hatiku.”
Kalimat gombal di atas, muncul di pikiran saya sesaat setelah mendengar acara gombal dari radio. Sebenarnya, saya ingin mengikutsertakan gombalan saya ini di acara radio tersebut, tapi karena sesuatu dan lain hal..,saya mambatalkannya.
Mungkin karena ide saya ini tidak tersalur, jadinya pikiran saya tidak berhenti sampai di gombalan ini saja. Saya bahkan memikirkan, seandainya benar ada hukum yang mengatur pencurian hati dan ada sanksi yang berat untuk terdakwa kasus ini. Seandainya saja para korban pencurian hati ini berhak keberatan dan mengadu kepada pihak yang berwajib. Mungkin penjara makin penuh, mungkin juga kantor polisi akan mendapat pengaduan dari orang-orang galau tiap hari. Kira-kira bagaimana tampang polisi jika mendengar curhat tiap hari???Yang pasti, yang paling sering diadukan ke polisi adalah orang-orang cakep. Hmmm….gimana ya kalau isi penjara dominan cakepnya??

Kita lanjut ke hukumannya. Berat hukuman berbanding lurus dengan waktu yang dibutuhkan  korban untuk move on. Kalau korbannya cinta mati, bersiaplah engkau wahai pencuri untuk menjalani hukuman penjara seumur hidup. Kalau korbannya merasa cinta mati, tapi seiring berjalannya waktu  si korban ternyata ketemu pencuri hati yang baru, pencuri yang sebelumnya dinyatakan mendapat grasi. Hukuman paling singkat untuk pencuri yang korbannya hanya cinta sesaat.
Mengingat yang paling berpotensi jadi pencuri hati adalah orang cakep, jadi mungkin saja satu orang bisa mencuri hati beberapa orang sekaligus, jadi mungkin pula sang pencuri ini menjalani hukuman yang berlapis. Atau mungkin saja, masa tahanannya telah habis untuk satu kasus pencurian hati, tapi di luar sana kasus pencurian baru sedang diproses, atau setelah bebas lagi-lagi mencuri hati, dan lagi-lagi dihukum penjara, jadi residivis deh..!
Seandainya, pencurian hati jadi urusan Negara. Seandainya korban pencurian hati “bersamaan kedudukannya di dalam hukum” dengan korban pencurian jenis lain. Seandainya galau jadi urusan polisi, berapa lama kamu bakal dipenjara :
·         Seumur hidupkah??
·         Seumur hidup tapi mendapat grasi??
·         Sesaatkah?
·         Sedikit lebih lamakah karena pasalnya berlapis??
·         Residiviskah??
Atau  kamu bebas-bebas saja menghirup udara luar?? Karena sebenarnya, kamulah yang sudah membuat pencuri-pencuri itu harus dipenjara...

Teman Sebangku

Beberapa hari yang lalu, facebook mempertemukan saya   dengan teman itu pernah sebangku saat di kelas empat dan lima SD. Sejak lulus SD ...