Kamis, 30 Oktober 2014

(bukan dongeng) Asal-usul ....

Membuka dan memantau akun media sosial adalah menu cuci mulut makan siang, di tiap jam istirahat makan siang. Saya rasa bukan hanya saya saja yang melakukan hal ini. Saya tidak perlu meminta tunjuk tangan, kan untuk tahu kalau saya tidak sendiri ? 
Nah.., di suatu siang yang terik, sehabis makan siang, kebiasaan menikmati menu cuci mulut pun  dimulai. Waktu itu saya buka twitter. Tiba-tiba saya tersenyum liat retweet-an teman. Saya tersenyum bukan karena isinya, saya tersenyum karena membaca username dari orang yang tweet-nya teman saya retweet. Namanya itu pake embel-embel "taingongo". Yapp, tai ngongo' / tengongo' / upil. Saya tidak membayangkan bagaimana lucunya orang yang memakai kata tengongo', pikiran saya terarah kepada "bagaimana orang-orang di Sulawesi Selatan ini menggunakan tengongo' untuk menyebut upil, atau kotoran hidung?". Saya besar di Toraja, dan sedari kecil saya terbiasa dengan kata tengongo'. Di Makassar pun begitu. Saya jadi bertanya, tengongo' sebenarnya diserap dari bahasa mana ya ? Tentu saja saya tidak menemukan jawabannya...., senyum lagi ah... !!
*berhenti senyum* *sadar sejenak* Mata saya tertuju kepada teman kantor yang berasal dari suku Bugis. "Mungkinkah saya akan mendapat pencerahan dari beliau?", maka saya pun bertanya. Saya menanyakan "hidung" dalam bahasa Bugis. Ternyata "inge" bukan "ngongo". Memikirkan asal kata tengongo' berasal dari bahasa Toraja jelas tidak mungkin lagi. Karena sebagai anak Toraja, saya tahulah kalau dalam bahasa Toraja hidung tidak disebut ngongo'. Selesai dengan kedua suku ini. 
Tapipak..., memikirkan asal-usul kata tengongo' ini memang harus selesai. Karena eh karena.., saya tidak sedang berada di sekitar orang-orang di luar kedua suku ini. Saya tidak punya keberanian mengirimkan pesan ke teman-teman saya yang tahu berbahasa Makassar hanya untuk menanyakan bahasa Makassar dari hidung. Bisa-bisa saya disangka gila, atau lagi caper, atau lagi modus. Huuuu..., tapi aneh juga kalau isi pesan seperti ini "..kotau bahasa Makassarnya hidung??" disangka modus. Tapi, ini beneran modus kalau saya kirimnya ke bukan anak Makassar. Tapi kan, bisa alasan lagi "salah kirim". Tapipak-tapibuk-tapikak-tapikan, jadi kebanyakan "tapi" begini ? Ah..., pikiran saya memang suka kemana-mana.  Ini semua karena tengongo' (malah menyalahkan tengongo'). Daripada menyalahkan tengongo' lebih jauh, biarlah asal-muasal kata tengongo' jadi misteri. Cukup aku saja yang memikirkan hal ini : tengongo'!!!

Jumat, 24 Oktober 2014

Sakitnya tuh di sini *tunjuk kuping*

Beberapa hari ini saya punya kesempatan beberapa kali untuk mendengar lagu dangdut yg liriknya seperti ini "sakitnya tuh di sini di dalam hatiku, sakitnya tuh di sini ....blablabla". Saya tidak tahu yg nyanyi siapa, tapi kurang lebih lirik lagunya seperti itulah.
Kata-kata di lirik lagu itu dulu(dan sampai sekarang) sering sy temui di jejaring sosial lewat meme tentunya, yg tentu saja pula mengundang senyum. Taaaaaapi..., ketika kata "sakitnya tuh di sini" berubah jadi lagu, bukan senyum lagi yg sy keluarkan. Mendengar lagu ini, malah mempertegas garis-garis keriput di wajah sy. Lagu ini memunculkan pertanyaan dalam hati sy "ini yg bikin lagu, niat bikin lagu gak sih???". Pertanyaan ini tentu tidak harus dijawab oleh pencipta lagunya karena tentu saja mencipta lagu itu awalnya dari niat. Iyah, pertanyaan seperti ini hanya akan muncul ketika sy mendengar lagu yg menurut sy gak banget.
Dulu, sy sering menanggapi banyak lagu yang "waktu itu" menurut sy gak banget. Tapi, seiring dengan pertambahan usia dan keriput, serta perenungan yg sebenarnya kurang mendalam, sy jadi punya pendapat bahwa musik itu hanya soal selera. Karena musik hanyalah soal selera, jadi kurang pantaslah jika sy berkata "niat bikin lagu gak sih??" ketika mendengar lagu yg tidak sesuai dengan selera sy,.tidak sy sukai. Sudah lama sy menyimpan pertanyaan seperti itu, padahal dalam kurun waktu yg lama itu, sy sudah ratusan kali naik angkot. Iya, sy tidak pernah lagi berkata seperti itu sampai akhirnya sy mendengar lagu dangdut "sakitnya tuh di sini". Maaf !! Padahal sampai sekarang sy masih meyakini bahwa musik hanyalah soal selera. 

Teman Sebangku

Beberapa hari yang lalu, facebook mempertemukan saya   dengan teman itu pernah sebangku saat di kelas empat dan lima SD. Sejak lulus SD ...