|
Foto : google |
Pukul 16.30 dan mata saya
rupanya kalah oleh kantuk. Saya berpikir tidur di kasur pastilah lebih nyaman
daripada tidur di kursi. Tidur di kursi kantor. Rabu sore, 4 Mei 2016 saya memutuskan pulang lebih awal meskipun jam
kantor berakhir setengah jam lagi.
Saya pun pulang, tapi anehnya
rasa kantuk yang tadinya begitu kuat hilang begitu saja beberapa menit setelah
saya naik angkot. Rasa kantuk yang hilang juga menghilangkan keinginan bertemu
kasur secepatnya. Saya jadi malas pulang.
Malas pulang tapi tidak mungkin
juga kembali ke kantor, apa yang harus saya lakukan? Mampir nonton di Makassar
Town Square (M-Tos) jadi jawabannya. Nonton Ada Apa Dengan Cinta 2.
Turunlah saya di M-Tos dan
langsung menuju bioskop. Semangat
saya surut melihat antrian pembelian tiket yang masih saja panjang. “Padahal
sudah seminggu”, kata saya dalam hati. Meskipun sempat surut semangat, saya
tetap saja ikut menambah antrian panjang itu.
Saat sedang antri saya menyadari
bahwa hari itu yang diputar hanya dua film, AADC 2 dan Civil War. Dari keempat
studio, AADC 2 menguasai 3 studio.
“AADC 2 masih lama kayaknya,
Civil War mo deh,” pikir saya. Saya
mengganti target film yang akan saya nonton hari itu. Plin-plan.
Setelah beberapa menit, tersisa
dua orang lagi di depan saya. Dari percakapan mereka sebelumnya saya tahu
mereka juga akan menonton Civil War. Sayangnya Civil War menyisakan kursi
paling depan. Dua orang di depan saya itu membatalkan niatnya.
Tibalah giliran saya berhadapan
dengan mbak-mbak cantik yang mengurusi tiket. Demi menghindari ‘leher pegal karena terlalu
lama mendongak’ saya juga membatalkan niat menonton Civil War. Kembali ke niat
semula : AADC 2. Rupanya hari itu saya memang berjodoh dengan Nicholas
Saputra. Ya begitulah jodoh, meskipun sebelumnya kadang ke mana-mana dulu atau hanya seperti saya barusan yang
hampir ke mana (Civil War), pada akhirnya jodoh memang tidak ke mana-mana.
Selesai dengan urusan tiket, saya
bergegas masuk studio. Pukul 17:40 pertunjukan dimulai.
Menit-menit awal film, saya hanya
bisa mengagumi Adinia Wirasti yang keren
beserta tiga ibu-ibu yang masih atau malah makin cantik saja. Titi Kamal, Sissy
Priscilia, dan tentu saja Dian Sastro. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu.
Saat itu saya duduk keheranan beberapa jam di foodcourt salah satu mall di kota ini hanya untuk menemani teman
saya (seorang lelaki) yang mengamati sambil mengagumi ibu-ibu muda.
Menurutnya wanita yang punya satu-dua
anak balita lebih menarik daripada gadis. Rasa heran saya beberapa tahun lalu
dijawab oleh ketiga anggota geng Cinta ini.
Belum juga kekaguman saya
kepada
Cinta dkk selesai, muncullah
manusia lain lagi yang patut saya kagumi. Rangga. Tapi pesona Rangga sejenak
saya lupakan sehabis mendengar suaranya membacakan puisi ‘Tidak Ada New York Hari
Ini’. Saya jadi berandai-andai bagaimana jika Rangga juga membaca
puisi M. Aan Mansyur yang lain? Saya berhenti berandai-andai lalu
melanjutkan kekaguman saya lagi.
Tidak hanya tokoh utama dari film ini yang membuat saya kagum.
Penampilan Marzuki Muhammad di adegan
Cinta dkk lagi dugem di Yogyakarta membuat saya lebih kagum lagi. Rasanya mau
berdiri lalu tepuk tangan ketika mendengar rapper Jawa itu menyanyikan ‘Ora
Minggir Tabrak’. Syukurlah saya tidak jadi bertepuk tangan, selain karena malu
saya rasa tangan saya lebih berguna untuk hal lain, menghitung umur Rangga saat
masuk SD misalnya.
Di salah satu adegan pertemuan
Cinta dengan Rangga, Rangga menceritakan alasan mereka berpisah pada tahu 2006.
Kata Rangga “Waktu itu umur saya 23 ....... ” dilanjutkan dengan penjelasan
lainnya. Artinya Rangga lahir pada tahun 1983.
Saya lalu mengingat menit awal
film yang menunjukkan nisan Alya dengan tahun lahir 1986. Cinta yang kita tahu
seangkatan dengan Alya, umurnya tidak jauh-jauh amatlah dari Alya, anggaplah
mereka sama-sama lahir di tahun 1986, selisih tiga tahun dengan Rangga. Tahun
lahir mereka berjarak tiga tahun tapi di sekolah dulu kelas Rangga hanya
setingkat di atas Cinta menandakan bahwa Rangga saat masuk SD berumur delapan
tahun. Kalaupun Rangga masuk SD saat berumur enam tahun berarti Rangga pernah
dua kali tinggal kelas.
Saya masih saja menebak-nebak
umur Rangga saat masuk SD sampai akhirnya ada adegan film yang membuat saya
geli. Adegan Cinta dan Rangga sedang ngobrol saat makan malam. Cinta bertanya
tentang pacar Rangga dan jawabannya adalah Rangga pernah punya pacar tapi sudah
putus dua tahun yang lalu.
“Orangnya kayak gimana?” Cinta bertanya lagi.
“Orangnya kayak kamu,” saya tidak
begitu jelas mengingatnya tapi kira-kira begitulah jawaban Rangga yang disertai
dengan senyum. Saya mulai geli.
Cinta kemudian melanjutkan
pertanyaannya “Kenapa putus?”
“Ternyata orangnya bukan kamu,
”jawab Rangga.
Jawaban Rangga membuat saya
benar-benar geli. Saya tersenyum-senyum
sendiri.
Senyum geli saya berubah jadi
monyong ketika mendengar lagu Melly Goeslaw yang mengiringi adegan naik tangga
di Gereja Ayam. Saya sendiri tidak tahu judul lagunya. Tapi saat mendengar
liriknya (yang sekarang saya juga sudah lupa) saya jadi menebak-nebak nasib
lagu itu kalau saja tidak jadi pengisi AADC 2. Lagu itu sepertinya akan terasa
lebih pas jika Melly Goeslaw memberikannya kepada penyanyi macam Irwansyah, Raffi Ahmad, dan
entah siapa saja yang ke(tidak)mampuan bernyanyinya serupa.
Syukurlah lagu itu tidak diputar
dengan durasi yang lama jadi saya tidak perlu memonyongkan bibir lebih lama
pula. Rangga dan Cinta yang masih terus saja menggemaskan membuat saya segera
melupakan lagu yang bukan selera saya itu.
Meskipun Rangga dan Cinta
sama-sama menggemaskan, beberapa menit sebelum film berakhir Rangga lagi-lagi
membuat saya bingung. Saya jadi bingung dengan Rangga yang mengirim pesan ke
Cinta, minta ketemuan. Sepertinya Rangga menunggu lebih dari sehari untuk
mendapatkan balasan dari Cinta yang isinya penolakan. Penolakan Cinta membuat
Rangga marah dan dengan kemarahan ia tetap saja mendatangi Cinta.
Kalau Cinta mengiyakan ajakan
Rangga, mereka akan bertemu. Yang terjadi : Cinta menolak ajakan Rangga, Rangga
mendatangi tempat Cinta, memaksa bertemu dan akhirnya mereka memang bertemu. Lah
... kalau akhirnya Rangga tetap saja mendatangi (meskipun sudah ditolak) Cinta,
lalu buat apa sebelumnya ia mengirim pesan yang isinya menggambarkan bahwa ia
butuh izin Cinta untuk bertemu? Laki-laki memang membingungkan.
Meskipun laki-laki Rangga
membingungkan, di akhir cerita sepertinya dialah tokoh yang paling bahagia.
Bagaimana tidak, jika mengingat
keputusan sepihaknya meninggalkan Cinta sembilan tahun yang lalu harusnya Cinta
lebih layak mendapat kebahagiaan dari laki-laki lain. Tapi ternyata, sembilan
tahun berlalu, Rangga kembali dan mendapati sebenarnya tidak ada apa-apa dengan Cinta.
Film selesai, penonton bubar. Beberapa menit setelah keluar dari bioskop saya masih tersenyum-senyum sendiri mengingat tingkah dua tokohnya yang menggemaskan kemudian kembali menebak umur Rangga saat masuk SD.
Umur Rangga saat masuk SD masih saja mengganggu saya. Hampir sama mengganggunya dengan lirik lagu Melly Goeslaw saat adegan di Gereja Ayam. Kalau saja bukan karena dua hal ini, sepertinya saya tidak akan menemukan apa-apa di AADC 2.