Hati, hati, hati, dan hati.
Yah…, ini soal hati !! soal hati yang sepertinya
aneh.
Hati yang dipaksa harus “besar” setelah ia
patah, terluka, dan kecewa.
Bukankah kita sering diminta berbesar hati sesaat
setelah hati kita dipatahkan?? Itu maksud saya.
Tidakkah terlalu cepat memaksanya membesar pada
saat ia masih terluka??
Tidakkah hati kelelahan dengan pekerjaannya yang
dibuat estafet??
Ah..,andai hati bisa protes.
Andai ia bisa berbalik memarahi yang empunya
“hati”, yang menyuruhnya harus tumbuh saat ia baru saja patah (dan tentu
saja masih terluka).
Syukurlah, hati itu penurut, ia menurut saja saat
tuannya memintanya “besar” dalam keadaan patah.
Dan masih soal hati,
hati yang aneh, hati yang kadang seperti pohon yang
kuat.
Pohon yang tetap tumbuh meskipun tunasnya
dipatahkan.
Seperti itulah hati, ia harus tumbuh dan membesar
saat ia telah dipatahkan.
Hati memang aneh.
Syukurlah ia tidak bisa protes.
Beruntunglah tuannya yang tidak pernah mendapat
marah karena memintanya bekerja lebih keras saat ia masih terluka, saat
ia baru saja patah.
Berapa kali tuannya harus mati kalau saja hati
berubah kerdil saat tunasnya dipatahkan??
Bersyukurlah karena hati kuat, bersyukurlah hati
bisa membesarkan dirinya.
Ah…,hati…KAU KENAPA HARUS PATAH DULU UNTUK JADI
BESAR ???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar