Ini bukan dongeng
tentang putri-putri cantik yang(katanya) hidup di kayangan, kita menyebutnya
bidadari. Ini juga bukan dongeng yang tokohnya adalah bapak, ibu, dan anak,
anak buah,….buah durian. Ini bukan dongeng. Ini terjadi dalam keseharian kita. Kita
tidak melihatnya langsung, tapi kita sering mendengarnya. Kita sering mendengar
bidadari dan durian jatuh.
Bidadari “jatuh” dari Surga.
Sering kan, mendengar ungkapan ini? Ungkapan yang ditujukan kepada
wanita cantik. Bahkan ungkapan ini jadi lirik lagu sebuah (saya tidak yakin
menyebutnya) boyband. Mungkin ungkapan ini akan terdengar biasa saja di kuping
saya seandainya tidak ada kata “jatuh” di dalamnya, atau “jatuh” diganti “turun”. Saya membayangkan bahwa Surga itu berada di ketinggian, sangat tinggi
malah. Bagaimana jika ada yang jatuh dari sana? Bagaimana bentuknya saat sampai
ke bumi? Yang namanya jatuh, pasti sakitlah. Paling kurang meringis. Dan
bagaimana jika yang jatuh dari sana adalah bidadari ? Bagaimana rupa bidadari
setelahnya ? Masih utuhkah dia ? Ya…,namanya juga jatuh, dari ketinggian yang
jauh pula, bidadari bisa saja lecet. Masih cantikkah bidadari jika ia sudah
lecet ? Mungkin anggota tubuhnya yang lain lecet, tidak wajahnya. Wajah
bidadari tetap cantik.
Baiklah, wajah bidadari tidak lecet, ia tetap cantik. Tapi ingat, jatuh
dari ketinggian yang teramat sangat itu pastilah sakit. Meskipun tidak meninggalkan
efek lecet, kesakitan sesaat pasti ada. Nah, rasa sakit biasanya tergambar dari
wajah yang meringis. Bayangkan “bidadari meringis” !! Bakal tetap cantikkah dia
? Apa iya, sekalipun merigis bidadari tetap saja cantik ? Saya tidak yakin.
Meringis ini melibatkan otot wajah. Dahi
berkerut, tertarik sedemikian rupa, dan bibir entah monyong atau malah melebar.
Apa iya, bidadari tetap mempertahankan kecantikannya dengan ekspresi-ekspresi
seprti ini ? (lagi-lagi)Saya tidak yakin.
Mendapat durian runtuh / kejatuhan
duren
Ungkapan ini ditujukan untuk orang yang beruntung atau mendapat rezeki
melimpah. Saya tidak tahu, kenapa harus buah duren yang jadi pelengkap kalimat
ini. Kenapa tidak buah lain ? Mungkin karena “katanya” duren adalah raja buah,
mahal, dan enak. Tapi saya rasa, alasan itu tidak cukup kuat untuk
menjadikannya ungkapan keberuntungan. Meskipun enak, tidak semua orang suka
dengan durian. Ada yang mencium baunya saja sudah tidak tahan. Bagi orang-orang
yang seperti ini, “mendapat durian runtuh” bukanlah keberuntungan.
Belum lagi jika durian ini jatuhnya di tempat yang sama sekali tidak
kita harapkan. Jatuh menimpa badan misalnya. Masih beruntungkah kita jika buah
berkulit duri ini jatuh menimpa kita ? Menimpa wajah apalagi.
Lalu bagaimana
jika yang kejatuhan duren adalah bidadari ? Kalau bidadarinya doyan, dan
jatuhnya di tempat yang tepat, pastilah bidadarinya beruntung. Tapi bagaimana
jika bidadarinya tidak suka, jatuhnya di atas wajah cantiknya pula ? Pasti
bukan beruntung namanya. Dan bagaimana pula, jika bidadari habis “jatuh” dari
kayangan tapi masih kejatuhan duren tepat di wajahnya ? Masih cantikkah ia ?
Menurut saya “tidak lagi”, tapi mungkin berbeda bagi orang lain. Mengingat “cantik itu relatif”, “bidadari yang
jatuh, meringis kesakitan, ditambah lagi kejatuhan duren” menurut saya sudah
pasti tidak cantik lagi, tapi tidak selalu begitu bagi orang lain. Sekalipun meringis, wajah kejatuhan duren, bisa saja di mata orang lain bidadari tetap cantik. Namanya juga bidadari.., dan seperti yang orang-orang bilang "cantik itu relatif".
1 komentar:
sy tdk suka durian :D
ksian amat tu klo ada bddri kjthn duren asli,gileeee,tak trbayangkn,,hiihihi
lagian sy jg blm prnh lht bddri,dan blm prnh kejatuhan duren asli(JANGAN SAMPE) :D
Posting Komentar