Seberapa sering
kamu mempertanyakan hal-hal yang sepertinya tidak punya jawaban mutlak ??
Itulah hidup. Iya..,itulah hidup. Dan pertanyaan itu akan selesai (tanpa
terjawab) dengan jawaban “itulah hidup”. Kita sering telah berpanjang lebar
membahas sesuatu, berusaha “memecahkan” tapi saat semua jalan seperti sudah
tidak mungkin, kita akan berhenti begitu saja dengan mengatakan “inilah/itulah
hidup”.
Itulah hidup.
Banyak hal yang sepertinya bisa selesai dengan dua kata ini. Saat mulai
menyerah dan pasrah dengan keadaan, dua kata ini kadang jadi alasan untuk
berhenti berusaha. “Itulah hidup” = terima nasib, besar hati, dan sabar. Tidak
ada yang salah dengan “menyerah”, terima nasib, besar hati, dan sabar. Kadang
kita memang memilih mengambil sikap-sikap itu. (lagi-lagi) itulah hidup.
Tak terkecuali
saya..,sayapun sering menjadikan dua kata ini sebagai senjata pamungkas saat
saya tidak lagi punya semangat untuk berusaha, atau bahkan sekedar mencari
tahu. Dulu saya pernah bertanya kepada diri sendiri “kenapa sy mesti jadi yatim
saat umur saya msh terlalu kecil ??”. Bertahun-tahun saya hidup dengan
pertanyaan itu, dan tahun-tahun itu juga yg menuntun saya kepada jawaban
“Itulah hidup, hidup saya, hidup ibu saya, juga adik saya”. Bisa dikatakan
inilah “itulah hidup” saya yang pertama. Setelahnya, dua kata ini begitu akrab
di telinga, mata, mulut saya, dan mulut orang lain. Setelahnya, saya sering
melihat dan mendengar “dua kata” ini jadi ujung dari beberapa pertanyaan,
pernyataan, dan situasi.
Semakin tua, semakin
banyak melihat, semakin sering bertanya, semakin sering pulalah bertemu dengan
dua kata ini : itulah hidup. Itulah hidup. Dulu waktu masih kelas 2 SD, saya
pernah berada di masa “malas sekolah”. Kenapa kita harus sekolah ? Saya tidak
suka sekolah !! Tapi saya harus sekolah, karena itu yang ibu saya mau hahaha.
Seperti halnya soal sekolah ini, kita harus menjalani sesuatu yang bukan
keinginan kita, itulah hidup. Tapi meskipun dulu saya pernah begitu terpaksa
menjalaninya, belakangan saya bersyukur karena saya terus saja bersekolah waktu
itu. Nah, kita juga sering bersyukur untuk sesuatu yg tidak mengenakkan di masa
lalu, kan ? Sekali lagi, itulah hidup.
Lulus SD, pertanyaan
bertambah lagi. Pertanyaan tidak hanya seputar sekolah, tapi mulai meluas. Kenapa
orang yang kita sayangi kadang “pergi” begitu cepat ? Umur di tangan Tuhan, dan
lagi-lagi: itulah hidup. Hari ini berduit besok-besok bisa saja tiba-tiba
melarat, dan sebaliknya. Rezeki di tangan Tuhan. Itulah hidup. Kenapa cita-cita
kita sering gagal ? Baiklah, jawabannya mungkin karena kurang usaha. Kita ganti
pertanyaannya: kenapa cita-cita yang begitu sulit kita wujudkan, di tangan
orang lain jadinya begitu gampang ? Malahan cita-cita yang begitu agung di mata
dan pikiran kita, justru remeh di mata orang lain. Itulah hidup !! Itu baru
cita-cita, belum lagi pertanyaan seputar cinta/jodoh (di sini *eaaa* dimulai).
Saya rasa, daftar pertanyaan akan lebih banyak lagi, sayangnya untuk hal ini
saya kurang “melihat” jadi pertanyaan dan pernyataan sama kurangnya (ternyata
*eaaa* berhenti di sini).
Beberapa saat,
saya tidak lagi sibuk dengan pertanyaan/pernyataan di atas, sampai akhirnya, di
suatu malam yang ajaib, dalam perjalanan 5jam yang ajaib bersama teman-teman
yang ajaib dan gila pula, entah dari mana mulainya, salah satu teman saya
berkata seperti ini: Seperti di jalan raya, bagaimanapun kita berhati-hati, ada
saja orang yang ugal-ugalan. Itulah hidup. Ah..,pernyataan ini membangkitkan
ingatan saya. Saya menyiapkan “dua kata” ini sebagai kunci jawaban untuk
beberapa pertanyaan-pertanyaan “asal” saya beberapa hari setelahnya. Kenapa
harus ngantuk waktu buka file kerjaan, tapi jadi segar-bugar waktu buka
facebook/twitter ?? jawaban saya: itulah hidup. Asal, kan ? Itulah hidup.
Banyak yang “asal”. Ada lagi yang lebih “asal” : kenapa MCR bubar padahal saya
belum jadian sama Gerard Way ?? hahaha..itulah hidup. Tidak hanya asal,
pertanyaan-jawaban juga tidak nyambung. Tapi lebih tidak nyambung mana dengan “orang-orang”
yang bekerja di bidang yang jauh berbeda dengan latar belakang pendidikannya ?
Itulah hidup, banyak yang tidak nyambung.
Banyak kan yang
terjawab dengan dua kata ini ? Banyak yang bisa dianggap selesai dengan kata “itulah
hidup”. Sayangnya, dua kata ini belum bisa menjawab soal-soal ulangan sekolah.
Gimana ya seandainya dua kata ini bisa jadi jawaban untuk soal-soal ulangan
sekolah ? Pasti ulangan tidak lagi menjadi hal yang menakutkan bagi anak-anak sekolah, dan
kemungkinan, di masa depan, anak-anak ini juga akan gagal dengan cita-cita masa
kecilnya (curcol). Tapi ya sudahlah..,sebelum jadi makin “asal”, tulisan sebaiknya berhenti
di sini.
Kalau tulisan ini harus dipertanggungjawabkan, saya akan berbagi tanggung jawab dengan "Lili Harliani", teman saya yang malam itu mengingatkan saya akan dua kata ini "itulah hidup".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar